Rabu, 09 September 2009

Jaminan Kebahagiaan


Uang tidak bisa menjamin kebahagiaan. Selama beberapa dekade, para ekonom banyak melakukan studi untuk mematahkan anggapan itu. Ungkapan itu awalnya muncul dan diyakini sebagai sebuah kebenaran dengan adanya teori yang menyebutkan bahwa kebahagiaan negara tidak naik seiring dengan naiknya pendapatan, atau disebut dengan Paradoks Easterlin. Namun, peneliti dari Wharton School of Business, University of Pennsylvania, mengatakan bahwa Paradoks Easterlin salah. Menurut mereka, ada kaitan antara kemakmuran dan kebahagiaan. Makin makmur berarti makin bahagia.

Segala sesuatu dapat dibeli dengan uang. Makanan sehari-hari, perabot rumah tangga, mobil dan masih banyak lagi. Dengan uang kita memiliki kesempatan untuk sekolah, kuliah, berpergian ke mana saja dan berbagai kesempatan lainnya. Uang memberikan kemudahan manusia untuk memenuhi kebutuhan, memperkaya diri bahkan dapat memberikan kekuasaan sehingga begitu banyak orang rela mengurbankan apa saja demi uang. Namun, tidak dapat dipungkiri juga bahwa uang tidak dapat memberikan kebahagian yang sesungguhnya. Uang mempengaruhi kebahagiaan seseorang tetapi bukanlah satu-satunya faktor utama kebahagiaan. Terbukti, banyak orang yang memiliki banyak uang tapi tidak bahagia karena keluaganya berantakan, mengalami gangguan kesehatan, tidak memiliki damai sejahtera, dan lain sebagainya. Sebagai orang percaya, kita tahu bahwa kebahagian sejati hanya ada di dalam Yesus Kristus. Kebahagiaan kita dapatkan ketika kita dapat terus hidup dalam bimbingan Tuhan yang selalu diiringi dengan ucapan syukur setiap saat.

Marilah kita renungkan, seberapa besar kebahagiaan yang kita dapatkan hari-hari ini. Apakah selama ini kebahagiaan kita hanya kita dasarkan pada kekayaan semata? Ingatlah, hanya di dalam Kristus kita bisa menjalani hidup penuh damai sejahtera dan kebahagiaan sejati. Mintalah penyertaan Tuhan untuk selalu membimbing kita hidup di jalan-Nya, untuk meraih kebahagiaan yang sesungguhnya. Selamat beristirahat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar